Friday, 16 May 2014

ENZIM 1: sifat dan susunan air liur



PENDAHULUAN
Enzim merupakan suatu produk dari atau proses biologis yang merupakan kombinasi berbagai jenis enzim pencernaan antara lain Alfa amilase, Beta gluconate, Pectinase, Celulase, Pullulanase, Endoprotease dan lain-lain. Enzim dapat diperoleh dari tanaman, hewan dan mikroba. Namun yang paling, menguntungkan adalah dari mikroba karena dapat diproses dalam waktu singkat. Sifat umum enzim adalah sebagai katalisator untuk reaksi kimia pada sistem biologis, dan pada hakekatnya semua reaksi biokimia dikatalis oleh enzim (Grisham,1999).
Saliva adalah suatu cairan oral yang kompleks dan tidak berwarna yang terdiri atas campuran sekresi dari kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva dapat disebut juga kelenjar ludah atau kelenjar air liur. Saliva berfungsi untuk mencegah kerusakan dengan beberapa cara. Pertama, aliran air liur itu sendiri membantu membuang bakteri atau kuman patogen juga pertikel makanan yang memberi dukungan nutrisi metabolik bagi bakteri itu sendiri. Kedua, air liur mengandung beberapa faktor yang menghancurkan bakteri salah satunya adalah ion tiosianat dan beberapa cairan proteolitik terutama lisosim yang menghancurkan bakteri,membantu ion tiosianat membunuh bakteri,mencerna partikel makanan dan air liur mengandung antibody protein yang menghancurkan bakteri. Selain berfungsi untuk kesehatan dalam tubuh, air liur juga diyakini dapat memberikan manfaat bagi luar tubuh. Pembentukan kelenjar ludah dimulai pada awal kehidupan fetus (4 – 12 minggu) sebagai invaginasi epitel mulut yang akan berdiferensiasi ke dalam duktus dan jaringan asinar. Saliva terdapat sebagai lapisan setebal 0,1-0,01 mm yang melapisi seluruh jaringan rongga mulut (Grisham,1999).
Saliva mengandung dua tipe pengeluaran atau sekresi cairan yang utama yakni sekresi serus yang mengandung ptyalin (suatu alfa amylase) dan sekresi mucus yang mengandung musin. Sekresi serus yang mengandung ptyalin (suatu alfa amylase) berfungsi untuk memecah molekul amilum menjadi maltose dengan proses hidrolisis. Proses ini berjalan lebih baik apabila makanan dikunyak lebih halus. Enzim ptyalin bekerja secara optimal pada pH 6,6 dan tidak aktif pada pH 4,0 karena setelah makanan ditelan dan masuk ke dalam lambung proses hidrolisis oleh enzim ptyalin tidak berjalan lebih lama lagi. Saliva juga memiliki unsur-unsur komponen yang khas. Komponen-komponen saliva, yang dalam keadaan larut disekresi oleh kelenjar saliva, dapat dibedakan atas komponen organik dan anorganik. Namun demikian, kadar tersebut masih terhitung rendah dibandingkan dengan serum karena pada saliva bahan utamanya adalah air yaitu sekitar 99.5%. Komponen anorganik saliva antara lain : Sodium, Kalsium, Kalium, Magnesium, Bikarbonat, Khlorida, Rodanida dan Thiocynate (CNS), Fosfat, Potassium dan Nitrat. Sedangkan komponen organik pada saliva meliputi protein yang berupa enzim amilase, maltase, serum albumin, asam urat, kretinin, musin, vitamin C, beberapa asam amino, lisosim, laktat, dan beberapa hormon seperti testosteron dan kortisol (Poedjiadi, 2006)
Praktikum kali ini bertujuan agar mahasiswa dapat menunjukan sifat enzim pencernaan serta dapat menentukan sifat dan susunan air liur.

METODE PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilakukan di laboratorium GG LAB 04. Waktu praktikum yaitu hari jumat tanggal 21 Maret 2014 pukul 07.00 – 11.00 WIB.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah tabung reaksi, rak tabung reaksi, cawan keramik, pipet tetes, gelas piala 100 ml dan 250 ml, botol semprot, kasa, gelas wool, kapas, kertas saring, pipet mohr 10 ml, bulk karet, thermometer, densitometer, kertas lakmus merah dan biru, ruang asam, piknometer, dan kayu penjepit. Bahan - bahan yang digunakan pada peraktikum ini antara lain asam asetat, pereaksi molisch, pereaksi millon, pereaksi molibdat khusus, preaksi yodium, pereaksi benedict, larutan albumin 2%, larutan gelatin 2%, kasein 2%, larutan HNO3 10%,  larutan AgNO3 2%, larutan HCl 10%, larutan BaCl2, larutan Urea, larutan ferosulfat khusus, air liur, dan aquades.
Prosedur Percobaan
            Uji terhadap pereaksi Molisch untuk mendeteksi karbohidrat. Sebanyak 2,5 ml larutan yang akan diperiksa dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 2 tetes pereaksi Mollisch lalu dicampur merata. Sebanyak 1,5 ml asam sulfat ditambahkan perlahan-lahan melalui dinding tabung.
            Uji terhadap pereaksi Millon untuk mendeteksi protein. Sebanyak 1,5 ml saliva dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 3 tetes pereaksi Millon, campuran dipanaskan. Jika pereaksi digunakan terlalu banyak, warna akan hilang ketika dipanaskan.
            Uji terhadap klorida. Sebanyak 1 ml saliva diasamkan dengan larutan HNO3 10% dan lakmus digunakan. Larutan AgNO3 2% ditambahkan ke dalam filtrat asam tersebut, endapan putih yang terbentuk menunjukkan adanya klor.
            Uji terhadap musin. Sebanyak 1 tetes asam asetat  dibubuhkan ke dalam 2 ml saliva sehingga terbentuk endapan putih yang amorfous.
            Uji terhadap sulfat. Sebanyak 1 ml air liur diasamkan dengan larutan HCl 10% dan ditambahkan larutan BaCl2. Endapan putih yang terbentuk menunjukkan adanya sulfat.
Uji terhadap fosfat. Sebanyak 1 ml larutan urea 10% dan pereaksi molibdat khusus ditambahkan ke dalam 1 ml saliva, lalu larutan dicampurkan dengan rata. Sebanyak 1 ml larutan ferosulfat khusus ditambahkan. Pembentukan warna biru pada larutan yang makin lama makin pekat menunjukkan adanya fosfat.
Pengaruh suhu pada aktivitas amilase air liur. Sebanyak 3 tabung reaksi disediakan dan masing-masing diisi 1 ml saliva dan 1 ml akuades lalu dikocok dengan baik. Tabung 1 diletakkan pada penangas es yang bersuhu 10°C, tabung 2 pada suhu 25°C, dan tabung 3 pada penangas air  bersuhu 37°C selama 15 menit. Kemudian pada setiap tabung ditambahkan  2 ml larutan kanji 1%, dikocok dengan baik dan diletakkan pada masing-masing kondisi suhu selama 10 menit. Isi tabung dipindahkan menjadi dua bagian, satu bagian isi tabung diuji dengan pereaksi Yodium sedangkan bagian yang lain diuji dengan pereaksi Benedict.





HASIL DAN PEMBAHASAN
Prinsip dari uji millon adalah pembentukan garam merkuri dari tirosin yang ternitrasi. Tirosin merupakan asam amino yang mempunyai molekul fenol pada gugus R-nya, yang akan membentuk garam merkuri dengan pereaksi millon. Warna merah yang terbentuk adalah garam merkuri dari tirosin yang ternitrasi. Hasil percobaan menunjukkan warna putih, hal ini manunjukkan hasil negatif terhadap air liur.
Uji Molisch adalah uji yang paling umum untuk menyatakan ada atau tidaknya karbohidrat karena memberikan uji positif (cincin ungu) kepada semua karbohidrat yang lebih besar daripada tetrosa. Uji Molisch terhadap saliva menunjukkan reaksi yang negatif yaitu berwarna hijau. Menurut  (Lehninger,1998) saliva tidak mengandung karbohidrat. Hal ini menunjukkan pada saliva yang diuji  tidak mengandung karbohidrat. Bila ada, hal ini dapat disebabkan air liur yang dihasilkan probandus masih mengandung sisa-sisa makanan.
Uji klorida beradasarkan percobaan, pada tabung terdapat warna putih keruh setelah penambahan AgNO3 dan setelah penambahan ammonia berlebih, larutan menjadi jernih kembali. HNO3 berfungsi untuk membuat suasana menjadi asam dan mencegah endapan perak fosfat. Warna putih keruh disebabkan karena Cl berikatan dengan Ag+ membentuk AgCl (endapan putih). Endapat putih tersebut akan larut akan larut kembali (larutan menjadi jernih) setelah penambahan ammonia yang bersifat basa. Hal ini menyatakan bahwa air liur memiliki kandungan klorida yang jumlahnya relative sedikit.
Uji sulfat menunjukkan hasil negatif ditunjukkan dengan tidak adanya endapan warna putih, dan uji fosfat terhadap saliva menunjukkan reaksi pisitif ditandai dengan terbentuknya endapan berwarna biru, serta uji musin menunjukkan hasil yang negatif ditunjukkan dengan larutan tidak berwarna atau tidak adanya endapan berwarna putih. Keberadaan fosfat dan sulfat di dalam air liur tidak mutlak adanya. Hal tersebut bergantung pada makanan yang kita konsumsi (Metjesh,1996).


Tabel 1 Hasil Pengamatan Sifat dan Susunan Air Liur
               Uji
Hasil
Keterangan
Pengamatan
Suhu
27°C
-
-
Bobot jenis
1,213 g/ml
-
-
Lakmus
Basa
Lakmus biru


Fend Ftelein
Basa
Pink


Metil Orange
Basa
Jingga


Molisch
-
Hijau


Millon
-
Putih

Klorida
+
Endapan putih


Musin
-
Tidak ada endapan putih


Sulfat
-
Tidak ada endapan putih


Fosfat
+
Biru


Keterangan = (+) Uji Positif
           (–) Uji Negatif

Keterangan:
Bobot pikno + sampel = 29,32 gram
Bobot kosong piknometer = 17,19 gram
Volume piknometer = 10 ml
Maka dapat dihitung dengan:
BJ = (29,32 – 17,19)
                 10
BJ= 1,213 g/mL

Tabel 2 Pengaruh Suhu Pada Aktivitas Amilase Air Liur
Uji
Suhu
10°C
25°C
40°C
Iod
+
+
+

Putih hitam
Bening orange
Bening orange
Benedict
-
-
-

Bening biru
Bening biru
Bening biru
Keterangan = (+) Pekat
                      (–) Tidak Pekat

A                                        B
Keterangan: (A) Hasil Uji Iod, (B) Hasil Uji Benedict
           Pengamatan pengaruh suhu pada aktifitas amilase air liur ini masih ada yang berbeda dengan literatur. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi enzim antara lain suhu , pH, konsentrasi substrat,  konsentrasi enzim dan zat-zat penghambat. Suhu berpengaruh terhadap fungsi enzim karena reaksi kimia menggunakan  katalis enzim yang dapat dipengaruhi oleh suhu. Di samping itu, karena enzim adalah suatu protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan denaturasi dan bagian aktif enzim akan terganggu, sehingga konsentrasi dan kecepatan enzim berkurang. Seharusnya uji Benedict pada suhu 400C didapat hasil positif karena suhu optimum enzim amilase biasanya hampir sama dengan suhu organisme asal enzim tersebut, pada mamalia dan unggas, suhu tersebut sekitar 370C - 400C, suhu optimal untuk enzim emilase saliva bekerja memecah pati menjadi gula lebih sederhana dan enzim pada tubuh manusia biasanya akan mengalami denaturasi pada suhu 400C - 550C. Sedangkan Pengaruh pH pada aktivitas enzim, Secara umum enzim amilase bekerja optimal pada pH 6,6. Sebagai produk makhluk hidup, secara teori selalu ada kemungkinan dari pengaruh pH terhadap aktivitas biologis dari enzim (Poedjiadi 2006). Hal ini mungkin disebabkan pencampuran air liur dari beberapa orang, makanan yang dimakan atau pasta gigi yang digunakan masing-masing orang tersebut, atau pereaksi yang sudah rusak.
Enzim amilase berfungsi untuk memecah pati, yang menghasilkan gula sederhana seperti fruktosa, maltosa, glukosa dan dekstrin. Reaksi yang dikatalis amilase merupakan amilum (polisakarida) menjadi maltosa 9 (disakarida). Kelenjar liur atau kelenjar ludah pada mamalia adalah kelenjar eksokrin yang memproduksi air liur. Kelenjar ini juga menyekresi amilase. Pada mamalia enzim ini dapat dihasilkan dari pankreas. Amilase diperlukan karena molekul pati biasanya jauh terlalu besar bagi tubuh untuk digunakan dalam bentuk lengkap mereka. Enzim seperti amilase memungkinkan molekul-molekul untuk memutus di titik-titik tertentu. Tubuh dapat menggunakan gula sederhana yang dihasilkan untuk energi. Tanpa amilase pemecahan pati dengan cara ini, sebagian besar makanan akan tidak dapat digunakan.
Dalam persiapan makanan, fungsi amilase adalah sama seperti dalam tubuh. Pemecahan pati memungkinkan untuk pembuatan barang-barang seperti sirup glukosa, yang digunakan sebagai aditif dalam array yang luas dari produk-produk seperti kecap. Brewers dan koki menggunakan amilase untuk menghasilkan barang-barang seperti bir, roti dan kue. Di daerah lain fungsi amilase adalah untuk pembersihan. Fakta amilase dapat memecah pati membuatnya sangat berguna untuk menghilangkan bintik-bintik berbasis pati pada pakaian atau barang-barang lainnya. Dalam industri pertanian, amilase ditambahkan pada makanan hewan untuk membantu hewan-hewan mengakses lebih dari gula dalam pakan berbasis pati untuk energi, sehingga mengurangi biaya bagi petani.

SIMPULAN
Hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa proses pencernaan berawal di dalam rongga mulut yang dikatalis dengan enzim amilase yang terdapat di dalam saliva. Selain itu kadar hidrolisis amilum akan semakin sempurna jika kontak permukaan substrat dengan enzim tersebut makin lama. Kerja enzim amylase tersebut sangat spesifik terbukti dengan tidak adanya reaksi pada penambahan HCl dan pemanasan. Itu berarti enzim amylase memiliki range pH tertentu untuk dapat bekerja optimal. Sedangkan pemanasan dapat merusak struktur enzim yang termasuk protein. Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa saliva memiliki bobot jenis sebesar 1,213 g/ml, bersifat basa, berpH 8, uji millon menunjukkan hasil negative, uji molisch menunjukkan hasil negative, uji klorida menunjukkan hasil positif, uji sulfat menunjukkan hasil negatif, uji fosfat menunjukkan hasil negative, uji musin menunjukkan hasil negatif, dan pada uji ion menunjukkan hasil positif sedangkan uji benedict menunjukkan hasil negative.

DAFTAR PUSTAKA
Grisham, Charles M.; Reginald H. Garrett 1999. Biochemistry. Philadelphia:   
             Saunders College Pub. hlm. 426–7.
Lehninger, 1998. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta [ID] : Erlangga
Matjesh, Sabirin. 1996. Kimia Organik II. Jakarta [ID] : Depdikbud
Poedjiadi A, Supriyanti FT. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta [ID]: UI press.
Roth Gerald I and Camles Robert, Oral Biology.The C. V. Mosby Company.
              Chapter 8:196-213 , 1981.

No comments:

Post a Comment