Brucelosis

Brucellosis adalah penyakit ternak menular yang secara primer menyerang sapi,
kambing, babi dan sekunder berbagai jenis ternak lainnya serta manusia. Pada
sapi penyakit ini dikenal sebagai penyakit Kluron atau pemyakit Bang.
Brucellosis pada sapi atau keluron menular adalah penyakit yang disebabkan oleh
infeksi bakteri Brucella abortus. Penyakit ini dapat mengakibat keguguran,
angka kematian sangat kecil tau tidak terjadi namun kerugian ekonomi yang
ditimbulkan sangat besar berupa keguguran, anak lahir lemah (weakness),
lahir mati (stillbirth), fertilitas dan infertilitas. Kejadian brucellosis
di Indonesia telah menyebar hampir di seluruh propinsi
kecualiBali dan Lombok. Penularan brucellosis terjadi melalui saluran
makanan, saluran kelamin, selaput lendir atau kulit yang luka dan IB. Gejala
klinis brucellosis pada sapi dipengaruhi oleh umur sapi yang terinfeksi, jumlah
kuman dan tingkat virulensinya. Anak sapi yang lahir dari induk yang terinfeksi
akan terus menyimpan bibit penyakit sampai mencapai usia dewasa. Gejala yang
paling menciri adalah keguguran pada bulan ke 5-8 kebuntingan. Pada sapi jantan
brucellosis dapat menyebabkan peradangan testis (orchitis). Diagnosis penyakit
dapat dilakukan secara serologis dan dengan isolasi bakteri. Uji serologis dapat
dilakukan dengan RBT (Rose Bengal Test), CFT (Complement Fixation Test) atau
ELISA. Pengujian pada sekelopmpok sapi perah dapat dilakukan dengan uji MRT
(Milk Ring Test). Isolasi bakteri dapat dilakukan dari spesimen yang diambil
dari organ janin yang keguguran (paru dan lambung) dan dari plasenta induk,
leleran vagina dan susu. Pada sapi jantan dapat diisolasi dari semen.
IBR

Penyakit Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR) adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh virus yang dapat menyerang alat pernafasan bagian atas dan alat
reproduksi ternak sapi. Biasanya penyakit ini menyerang ternak sapi yang
ditandai dengan gejala deman tinggi ± 42°C, nafsu makan menurun dan dijumpai
leleran hidung, hipersalivasi, produksi air susu menurun disertai dengan kekurusan.
TBC
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan
olehMycobacterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma
padajaringan yang terinfeksi. Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob
yangdapat hidup terutama di paru / berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan
parsialtinggi. Penyakit tuberculosis ini biasanya menyerang paru tetapi dapat
menyebar kehampir seluruh bagian tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus
limfe. Infeksi awalbiasanya terjadi 2-10 minggu setelah pemajanan. Individu
kemudian dapat mengalamipenyakit aktif karena gangguan atau ketidakefektifan
respon imun. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit kronis yang menyerang semua
jenis hewan dan manusia. Tuberkulosis pada sapi secara ekonomis sangat
merugikan dan sekaligus merupakan ancaman bagi kesehatan manusia. Penyakit TB
disebabkan oleh bakteri tahan asam Mycobacterium
tuberculosis.Ada tiga tipe bakteri TB yaitu, tipe human (orang),
tipe bovine (sapi), dan avian (unggas), namun demikian ketiga
tipe tersebut dapat menginfeksi hewan. Kuman TB dapat tahan hidup
berbulan-bulan di padang rumput yang rindang atau di kandang yang
teduh. Kuman dapat mati secara cepat jika tekena sinar matahari. Kejadian TB di
Indonesia banyak ditemukan pada sapi perah daripada sapi potong. Sampai tahun
1994, kasus TB pada sapi hanya ditemukan di Jawa Barat. Penyakit TB sering
dijumpai pada sapi perah yang sudah tua terutama yang dikandangkan dengan
higiene lingkungan yang jelek. Prevalensi TB pada sapi di kandang terbuka
biasanya lebih rendah. Infeksi terjadi melalui pernafasan atau percikan batuk
dari hewan terinfeksi yang mencemari pakan atau minum. Pedet dapat tertular
melalui susu dari induk yang terinfeksi. Lesi yang menciri dari TB adalah
pembentukan tuberkel atau bungkul berwarna putih kekuningan pada paru atau usus
hewan yang terinfeksi. Bungkul tersebut berisi cairan bernanah, hewan dapat
mati karena organ tidak berfungsi akibat perkembangan jejas pada organ yang
meningkat. Diagnosis TB pada hewan hidup dapat dilakukan dengan reaksi
hipersensitivitas dengan uji tuberkulin. Pada hewan terinfeksi akan terjadi
pembengkakan pada sisi suntikan dan dapat diukur luasnya dengan kaliper. Hewan
yang mati akibat TB dapat dikirimkan jaringan yang mengandung sarang-sarang tuberkel
untuk isolasi bakteri dan pemeriksaan histopatologi. Pengobatan tidak
dianjurkan pada hewan yang terserang TB karena tidak ekonomis. Pengujian TB
dapat dilakukan secara teratur setiap 6-12 bulan dengan uji tuberkulin diikuti
dengan pemotongan reaktor.
BVD

Bovine viral diarrhea (BVD) merupakan penyakit viral pada sapi yang disebabkan
oleh virus BVD, mudah ditularkan diantara sapi dan telah menyebar ke seluruh
dunia. Umumnya infeksi paska kelahiran bersifat non klinis, peningkatan
temperatur biphasic (terjadi dua kali peningkatan suhu badan) dan leukopenia
yang diikuti peningkatan zat kebal/antibodi yang dapat dideteksi dengan uji
serum netralisasi. Infeksi dapat dilihat melalui diagnosis serologik, virologik
dan munculnya tanda klinis serta adanya lesi patologik
Anthrax

Antraks atau anthrax adalah penyakit menular akut yang disebabkan bakteria
Bacillus anthracis dan sangat mematikan dalam bentuknya yang paling ganas.
Antraks paling sering menyerang herbivora-herbivora liar dan yang telah
dijinakkan, namun juga dapat menjangkiti manusia karena terekspos hewan-hewan
yang telah dijangkiti, jaringan hewan yang tertular, atau spora antraks dalam
kadar tinggi. Penyakit antraks atau radang limpa merupakan penyakit yang
disertai bakteriemia pada kebanyakan spesies hewan. Antraks telah tersebar
diseluruh dunia terutama di negara tropis namun umumnya terbatas pada beberapa
wilayah saja. Antraks disebabkan oleh Bacillus anthracis, dan bakteri ini
dapat membentuk spora bila terdedah udara dan tahan hidup hidup di tanah, di
lingkungan yang panas dan bahan kimia atau desinfektan. Apabila terjadi
perubahan ekologik seperti datangnya musim hujan, spora yang semula bersifat
laten akan berkembang dan meningkat populasinya. Sumber utama penularan antraks
pada hewan adalah tanah yang tercemar dan air yang masuk tubuh melalui luka,
terhirup bersama udara atau tertelan. Gejala yang menciri akibat serangan
antraks adalah gejala septisemia yang ditandai adanya kematian mendadak dan
perdarahan bersifat sianotik dari lubang-lubang alami. Di daerah endemik,
terjadinya kematian mendadak pada sapi harus diwaspadai ada kemungkinan
terserang antraks. Diagnosis antraks berdasarkan epidemiologi/ atau adanya
riwayat penyakit radang antraks dan gejala klinis. Pengiriman spesimen ke laboratorium
berupa darah di dalam tabung, tusukan jarum dari telinga atau ekor atau
preparat ulas darah. Pencegahan dan pengendalian antraks dapat dilakukan dengan
melakukan vaksinasi pada ternak. Diagnosis banding dari antraks adalah
keracunan tumbuhan, black leg, enterotoksemia. Hewan yang terserang atau diduga
terserang antraks dilarang keras dipotong. Karakar dan alat yang tercemar harus
dibakar dan kemudian dikubur dengan dilapisi gamping.
Anaplasmosis
Merupakan penyakit menular yang tidak ditularkan secara kontak (non
contagious) yang dapat bersifat perakut sampai kronis. Ditandai dengan demam
tinggi, anemia, ichterus tanpa hemoglobinuria, di dalam eritrosit hewan
penderita terdapat agen penyakit yang bentuknya seperti ”titik“ yang disebut
Anaplasma, biasanya yang patogen adalah anaplasma marginal. Penyakit ini
lebih sering menyerang ternak sapi dan kerbau. Anaplasma maupun
Piroplasma termasuk dalam golongan rikettsia yang ditularkan oleh lalat
penghisap darah.
Leptospirosis

Leptospira bertahan dalam waktu yang lama di dalam
ginjal hewan
sehingga bakteri akan banyak dikeluarkan hewan lewat
air kencingnya. Hewan
yang terinfeksi akan menularkan bakteri dalam urinenya yang bertahan selama
berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Kuman Leptospira dapat memasuki
tubuh lewat luka atau kerusakan kulit lainnya atau melalui selaput lendir
(seperti bagian dalam mulut dan hidung).Setelah melewati barrier kulit, bakteri
memasuki aliran darah dan dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh. Infeksi
menyebabkan kerusakan pada lapisan dalam pembuluh darah. Hati, ginjal, jantung,
paru-paru, sistem saraf pusat dan dapat juga mempengaruhi mata. Leptospirosis
adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Leptospira
spp. Penyakit ini mempunyai arti penting ditinjau dari segi ekonomi peternakan
dan kesehatan masyarakat. Bakteri Leptospira peka terhadap asam,
tahan hidup di dalam air tawar selama satu bulan tetapi mudah mati dalam air
laut, air selokan dan air kencing yang pekat. Kejadian leptospirosis
di Indonesia telah dilaporkan sejak jaman Hindia Belanda dan secara
epidemiologi telah dilaporkan diberbagai tempat di Jawa dan Bali.
Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis dan menyerang hampir setiap hewan
menyusui. Beberapa macam serovar telah ditetapkan yaitu serovar harjo,
bataviae, javanica, semarangga, djasman, sentot dan paidjan. Infeksi pada sapi
yang paling sering terjadi disebabkan oleh serovar harjo, sedangkan
serovar pomona merupakan serovar yang paling banyak menyebabkan
infeksi akut. Penularan penyakit melalui kulit yang luka atau lewat selaput
lendir mata, hidung dan saluran pencernaan. Diagnosis leptospirosis dapat
dilakukan dengan uji MAT (Microscopic Agglutination Test) dari plasma darah,
air kencing dan berbagai organ. Isolasi bakteri dapat dilakukan dari spesimen
hati dan ginjal hewan yang baru saja mati atau dari organ janin yang abortus
(ginjal, paru dan cairan rongga dada). Diagnosis banding penyakit ini adalah
anaplasmosis, babesiosis dan infeksi Clostridium
hemoliticum (hemoglobinuria basiler). Pengobatan penyakit dengan beberapa
jenis antibiotika harus segera dilakukan pada sapi yang terinfeksi untuk
menghindari kerusakan jaringan dan perkembangan bakteri dalam tubuh ternak.
Vaksinasi dapat dilakukan bersamaan dengan pemberian antibiotika. Untuk
kelompok ternak terbatas vaksinasi diberikan setiap tahun, sedangkan pada
ternak yang menyebar dilakukan setiap 6 bulan.
Salmonellosis

Salmonellosis pada sapi disebabkan oleh infeksi
bakteri Salmonella dublin, S. typhimurium atau S. newport.
Penyakit ini menyebabkan peradangan usus atau enteritis dan invasi organisme ke
dalam aliran darah menyebabkan septisemia. Salmonella tidak tahan hidup
di alam, terutama dalam suasana kering. Salmonellosis pada sapi
di Indonesia ditemukan di mana-mana. Penularan salmonellosis terjadi
melalui pakan atau minuman yang tercemar dengan tinja dari ternak yang
terinfeksi. Ternak yang terinfeksi dapat tetap mengeluarkan kuman 3-4
bulan setelah sembuh. Selain itu penularan juga dapat terjadi secara intra
uterin. Gejala klinis salmonellosis akut berupa demam, lesu, kurang nafsu
makan. Pada sapi perah dapat menurunkan produksi susu. Ternak juga mengalami
diare berdarah dan berlendir. Kematian dapat terjadi dalam waktu 3-4 hari
setelah infeksi. Anak sapi umur 2-6 minggu yang terinfeksi secara akut dapat
mengalami septisemia tanpa timbul diare. Selain itu hewan dalam keadaan
bunting dapat mengalami keguguran jika terinfeksi.
Bovine Genital Campylobacteriosis

Bovine genitl campylobacteriosis atau vibriosis adalah suatu penyakit kelamin
pada sapi yang disebabkan oleh Campylobacter foetus. Infeksi yang terjadi
terbatas pada alat reproduksi sapi betina atau kantung prepusium hewan jantan.
Bakteri ini mudah mati oleh sinar matahari dan desinfektan. Campylobacteriosis
di Indonesia telah ditemukan di beberapa tempat namun penyebarannya belum
diketahui secara rinci. Penularan penyakit terjadi melalui perkawinan atau inseminasi
buatan (IB) dengan semen pejantan yang terinfeksi. Sapi betina yang terserang
campylobacteriosis pertama kalinya dapat mengalami keguguran pada kebuntingan
bulan ke-5 atau ke-6. Setelah infeksi berkembang, gejala yang muncul adalah
turunnya fertilitas dan angka kelahiran akibat kematian janin.Diagnosis
penyakit ini dapat dilakukan dengan pengiriman contoh uji dari leleran vagina,
prepusium pejantan dan serum ke laboratorium. Diagnosa banding
campylobacteriosis adalah trikomoniasis, brucellosis dan IBR. Pengendalian
infeksi pada ternak dapat dilakukan dengan manajemen yang baik dan vaksinasi.
Semen yang akan digunakan untuk IB harus bersih dari infeksi dan
bebas penyakit campylobacteriosis.
Johne’s Disease

Johne’s disease atau paratuberkulosis dalah penyakit bakterial menahun yang
disebabkan oleh Mycobacterium paratuberculosis. Penyakit ini
menyebabkan radang usus dengan gejala diare hebat terus menerus dan berakhir
dengan kematian. Kejadian paratuberkulosis tersebar secara luas di dunia. Di
Indonesia kejadian penyakit belum ada data yang pasti penyebarannya namun
dilaporkan Secara histopatologis pernah didiagnosis pada sapi perah impor
di Semarang. Penularan penyakit terjadi karena pencemaran lingkungan oleh
bakteri melalui makanan dan minuman. Penularan sering terjadi dari penderita
paratuberkulosis sub-klinis. Gejala klinis penyakit ini bervariasi, dimulai
dari turunnya kondisi tubuh dan kebengkakan intramadibular. Nafsu makan dan
suhu tubuh biasanya tetap normal. Diagnosis berdasarkan atas gejala klinis dan
dikukuhkan dengan pengujian laboratoris dari sepesimen usus halus untuk
pemeriksaan patologi, isolasi dan identifikasi bakteri. Uji intradermal
dengan Johnin test juga dapat dilakukan di lapangan. Pengendalian penyakit
dengan pengobatan tidak efektif sehingga dianjurkan agar hewan sakit dipotong
untuk menghindari kerugian. Sapi penderita paratuberkulosis yang dipotong masih
dapat dikonsumsi dagingnya dan jaringan yang terserang dimusnahkan dengan
dibakar
Pink Eye

Pink eye atau radang mata menular adalah penyakit menular akut pada sapi
yang disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia atau klamidia. Penyebab bakteri
adalah Moraxella bovis yang bersifat hemolitik. Penyakit ini ditandai
dengan adanya kemerahan pada selaput lendir mata yang selanjutnya dapat
menyebabkan kekeruhan kornea atau kebutaan. Penurunan berat badan terjadi
karena gangguan mencari pakan akibat kebutaan. Infeksi bisa terjadi secara
unilateral maupun bilateral. Kejadian penyakit radang mata menular di temukan
di Indonesia di mana-mana pada berbagai jenis sapi terutama sapiBali.
Penularan penyakit ini dapat melalui debu, lalat dan percikan air yang tercemar
oleh bakteri. Pada musim panas, penyakit ini sering ditemukan karena adanya
debu dan lalat. Masa tunas dari pink eye berlangsung 2-3 hari
ditandai dengan kongesti pada selaput lendir mata dan kornea. Hewan yang
terinfeksi mengeluarkan banyak air mata, blefarospasmus, dan fotopobia.
Kekeruhan kornea dapat terjadi 2 hari setelah infeksi, ulkus pada kornea timbul
hari ke-4 dan kemudian pada hari ke-6 seluruh kornea menjadi keruh yang
berakhir dengan kebutaan. Diagnosis penyakit ini berdasarkan gejala perubahan
pada kornea. Peneguhan diagnosis dapat dilakukan dengan isolasi dan
identifikasi bakteri secara laboratoris dari spesimen swab air mata.
Pengendalian penyakit radang mata menular ini dapat dilakukan dengan pengobatan
antibiotika berspektrum luas.
Tambahan:
Clostridial Disease
Clostridial disease pada sapi dapat disebabkan oleh infeksi berbagai spesies
dari bakteri Clostridium, yaitu Clostridium botulinum sebagai
penyebab penyakit botulisme, CL. Chauvoei penyebab penyakit radang
paha dan Cl. tetani penyebab penyakit tetanus.
a. Botulisme
Botulisme atau Lamziekti adalah penyakit yang disebabkan oleh toksin
yang dihasilkan oleh bakteri Clostridium botulinum yang memperbanyak
diri dalam jaringan yang membusuk. Bakteri ini membentuk spora dan tahan hidup
bertahun-tahun dalam tanah dan bersifat anaerobik. Hewan yang terinfeksi
mengalami kelumpuhan total otot gerak. Cl. Botulinum terdapat dimana-mana
di Indonesia dan terjadinya infeksi tergantung oleh faktor predisposisi seperti
tidak sengaja termakan atau terminum.
Penularan penyakit terjadi melalui toksin dalam pakan atau air yang tercemar
oleh bakteri. Kejadian botulisme sering terjadi pada sapi yang kekurangan
fosfor karena hewan yang kekrangan fosfor cenderung mengunyah tulang yang
dijumpai di pengembalaan. Apabila tulang tersebut berasal dari hewan pembawa
kuman maka akan terjadi intoksikasi. Gejala klinis yang mencolok dari penyakit
botulisme adalah terjadinya kelumpuhan total secara perlahan. Toksin menyerang
sistem syaraf dan menyebabkan hewan sempoyongan, kesulitan menelan, ngiler dan
mata terbelalak. Kelumpuhan terjadi pada lidah, bibir, tenggorokan, kaki dan
disusul kelemahan umum.
Diagnosis penyakit dapat dilakukan dengan uji laboratoris dari spesimen pakan,
isi usus atau bangkai dan diteguhkan dengan pengukuran konsentrasi toksin.
Pengendalian penyakit ini dengan pengobatan tidak efektif, pencegahan dilakukan
dengan pemusnahan karkas dan vaksinasi dengan toksoid tipe C dan D. Hewan yang
mati karena botulisme dilarang dipotong untuk dikonsumsi dagingnya. Bangkai
dimusnahkan, kandang serta peralatan disucihamakan dengan desinfektan.
b. Radang Paha
Radang paha atau Black Leg adalah penyakit menular akut yang
disebabkan oleh infeksi bakteri Cl. Chauvoei pada sapi yang berakibat
kepincangan dan radang yang hebat pada bagian paha. Kejadian penyakit radang
paha di Indonesia pertama kali dilaporkan di Subang pada tahun 1907.
Daerah endemik radang paha di Yogjakarta, Surakarta dan Madiun.
Penularan penyakit terjadi melalui spora yang termakan oleh hewan dan biasanya
menyerang sapi muda umur 8-18 bulan. Gejala klinis yang mencolok adalah pada
pangkal kaki belakang yang terserang dengan gejala awal pincang diikuti
terbentuknya peradangan di bagian atas kaki yang meluas secara cepat. Jaringan
yang terserang jika diraba berkrepitasi yang disebabkan penumpukan gas di bawah
kulit. Timbul demam yang tinggi dan pernafasan meningkat, hewan terdengar
mendengkur dengan gigi gemertak. Kematian terjadi mendadak antara 1-2 hari
setelah timbul gejala serta dapat terjadi pendarahan pada hidung dan dubur.
Diagnosis dapat dilakukan dengan pengujian FAT. Pemeriksaan sediaan ulas
darah secara cepat dapat membedakan dengan penyakit antraks. Pengendalian dan
pencegahan dapat dilakukan dengan vaksinasi masal di daerah tertular setiap
tahun untuk umur 6 bulan sampai 3 tahun. Pengobatan hewan sakit dapat dilakukan
dengan suntikan penisilin dosis besar. Hewan yang mati karena radang paha
dilarang dipotong untuk dikonsumsi dagingnya. Bangkai dimusnahkan, kandang
serta peralatan disucihamakan dengan desinfektan.
c. Tetanus
Tetanus adalah penyakit akut yang mengakibatkan kekakuan dan kekejangan otot
tubuh yang disebabkan infeksi bakteri Cl. Tetani. Bakteri ini
terdapat di dalam tanah dan alat pencernaan hewan. Tetanus ditemukan
dimana-mana di Indonesia terutama kuda, babi, domba, kambing dan kera,
sedangkan pada sapi jarang terjadi. Kejadian penyakit ini biasanya bersifat
insidental mengikuti infeksi pada luka yang dalam atau pada lokasi yang banyak
menggunakan pupuk kandang.
Penularan terjadi karena adanya luka kecil dan dalam, yang memungkinkan adanya
kondisi anaerobik yang memudahkan pertumbuhan bakteri. Gejala klinis yang
teramati pertama kali adalah kekakuan otot lokal diikuti oleh kekejangan umum,
suhu tubuh sangat tinggi menjelang kematian. Kematian akibat tetanus sangat
tinggi yaitu mencapai 80% .
Diagnosis dapat diperkirakan berdasarkan gejala klinis adanya kekejangan yang
tetanik. Peneguhan diagnosis dapat dilakukan dengan pengiriman spesimen ulas
atau biopsi jaringan luka ke laboratorium. Pengobatan dapat dilakukan dengan
penyuntikan antitoksin diikuti pembersihan dan desinfeksi luka. Antibiotika
dapat mematikan kuman penyebab bila luka telah dibersihkan namun tidak mampu
menghilangkan toksin dari jaringan. Ternak yang terserang tetanus dilarang
keras dipotong. Karkas harus dimusnahkan dengan dibakar.